OPINI – Maraknya boneka badut di perempatan traffic light Kota Banda Aceh menjadi fenomena tersendiri saat ini, menjadi badut jalanan adalah pilihan sangat berat, tapi masa depan harus di perjuangkan.
Begitulah arti sorot mata dari sekumpulan ibu-ibu yang jadi badut jalanan di persimpangan taman Ratu Safiatuddin Lampriet Banda Aceh, seperti kata peribahasa ada gula ada semut.
Keberadaan boneka badut di persimpangan lampu lalu lintas sering kali terkait dengan upaya mencari nafkah oleh masyarakat yang mungkin kesulitan mendapatkan pekerjaan formal. Hal ini menunjukkan kreativitas dan inisiatif individu dalam mencari penghasilan.
Kreativitas ini bisa dipandang sebagai bentuk usaha yang gigih dalam mencari rezeki di tengah keterbatasan kesempatan kerja. Mereka berusaha menghibur pengguna jalan sambil mengumpulkan dana, yang bisa dianggap sebagai pekerjaan sah. Kehadiran boneka badut bisa membawa senyuman dan suasana ceria di jalanan, yang mungkin bisa mengurangi stres para pengendara. Jika diatur dengan baik dan dilakukan dengan izin resmi, keberadaan mereka bisa menjadi bagian dari aktivitas kota yang terorganisir dengan baik. Bisa dianggap sebagai elemen budaya kota yang unik dan menambah warna tersendiri bagi Kota Banda Aceh.
Di sisi lain, keberadaan mereka bisa mencerminkan adanya masalah ekonomi yang lebih dalam, seperti tingginya angka pengangguran atau kurangnya lapangan kerja yang layak di Banda Aceh.
Namun, ada juga yang melihat ini sebagai gangguan atau potensi bahaya bagi keselamatan lalu lintas, terutama jika mereka terlalu dekat dengan kendaraan yang sedang melaju atau mengalihkan perhatian pengemudi. Tanpa pengaturan yang jelas, aktivitas ini bisa melanggar aturan lalu lintas dan membahayakan keselamatan baik bagi badut itu sendiri maupun pengguna jalan lainnya. Jika tidak dikelola dengan baik, bisa merusak estetika kota dan menimbulkan kesan ketidakrapian.
Secara keseluruhan, pandangan terhadap keberadaan boneka badut di perempatan lampu lalu lintas di Kota Banda Aceh sangat bervariasi dan tergantung pada sudut pandang individu. Pihak berwenang mungkin perlu mempertimbangkan regulasi dan penataan yang tepat untuk memastikan bahwa aktivitas ini dapat berjalan dengan aman dan tertib, sambil tetap memberikan ruang bagi kreativitas dan usaha warga dalam mencari penghidupan.
Penulis
Effendi
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaraan Islam
Universitas Serambi Mekkah