Opini oleh : Sri Radjasa, M. BA
Dirilis dilaman resmi BPS Maret 2024, Prov Aceh masuk peringkat 10 Provinsi termiskin di Indonesia, dengan jumlah penduduk miskin 803.530 orang (14,23 persen). Jika kita bandingkan melalui APBA Aceh TA 2023 sebesar 10,5 Triliun & jumlah penduduk 5,52 Juta jiwa dengan Prov Banten dengan APBD 11, 86 Triliun dan jumlah penduduk 12,47 Juta Jiwa, dari parameter di atas mengindikasikan ada yang salah urus dalam mengelola anggaran Aceh, mengakibatkan rakyat Aceh belum tersentuh distribusi anggaran pembangunan yang begitu besar.
Pemicu salah urus tata kelola anggaran Aceh bersumber dari, Pokir DPRA, praktek korupsi dalam penyelenggaraan lelang proyek, proyeksi penyusunan APBA pada proyek-proyek fisik yang tidak memiliki korelasi dengan kepentingan hajat hidup rakyat, ekonomi sector rill tidak tumbuh akibat kebijakan Pemerintah Aceh hanya focus pada investor besar, oligarki dan para calo pencari rente, kemudian penegakan hukum yang tidak ramah pada pemberdayaan ekonomi rakyat.
Akumulasi dari simpul-simpul problematic sebagai penyebab kemiskinan di Aceh, terus menerus dipelihara menjadi situasi statusquo yang menguntungkan para pemangku kebijakan dan kroninya.
Menghadapi kondisi Aceh yang terperangkap dalam pusaran kemiskinan, sudah saatnya Pj Gubernur Aceh mengambil langkah tegas, untuk membuka peluang sebesar-besarnya usaha yang melibatkan rakyat Aceh, seperti mendorong terbitnya ijin Wilayah Pertambangan Rakyat yang merupakan sector ekonomi primadona bagi tumbuhnya koperasi tambang rakyat, dalam rangka percepatan pertumbuhan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan Aceh sebagai daerah modal bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Kemudian, institusi penegak hukum, tidak lagi menjadi predator bagi tumbuhnya ekonomi rakyat, tapi mampu menjadi fasilitator yang mengayomi kelangsungan aktivitas ekonomi rakyat. Peran aparat penegak hukum, menjadi sangat penting bagi pengentasan kemiskinan di Aceh.
Penulis adalah Pemerhati Sosial dan Ekonomi Aceh