Aceh Tenggara, 19 Juli 2024– Ketua Bidang Penyuluhan Corruption Investigation Committee (CIC) Aceh Tenggara, Kabar Sinuraya mengatakan, dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang di bidang penyidikan tindak pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang dilaksanakan secara profesional, transparan dan akuntabel terhadap setiap perkara pidana guna terwujudnya supremasi hukum yang mencerminkan kepastian hukum, rasa keadilan dan kemanfaatan. Untuk memenuhi kebutuhan organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas penyidikan masih terdapat kekurangan, maka dibuat petunjuk pelaksanaan mengenai penyidikan tindak pidana agar Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang secara profesional, transparan dan akuntabel. Atas dasar tersebut Kapolri mengeluarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, kata Kabar Sinuraya kepada media, Jum\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\’at (19/7/2024) di Kutacane.
Kemudian, tugas dan wewenang penanganan perkara pidana yang merupakan pelaksanaan dari peran kepolisian di bidang penyidikan yang diemban oleh satuan fungsi reserse dalam pelaksanaannya sangat rawan terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan penyidikan dan untuk menghindari terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan penggunaan kewenangan oleh aparat Kepolisian selaku penyidik dan penyelidik dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai kesatuan wilayah terdepan, harus dilakukan pengawasan dan pengendalian yang efektif. Maka, atas dasar tersebut Kapolri kembali mengeluarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, ujar Ketua Bidang Penyuluhan CIC Aceh Tenggara itu.
Terkait kasus Riky Sardo Kepala Dusun (Kadus) Desa Kane Mende, Kecamatan Leuser, Kabupaten Aceh Tenggara yang ingin mendamaikan adiknya, malah Kadus Sardo yang dikeroyok. Ironisnya adik Kadus Sardo bernama Rian yang tidak berbuat apa-apa juga ikut ditahan oleh penyidik Polres Agara, Rian yang masih duduk di bangku kelas 3 SMA itu telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan, tidak dikabulkan. Sardo dan adiknya Rian ditahan oleh penyidik Polres Agara sejak tanggal 3 Mei 2024, hingga kini kedua adik dan abang itu masih mendekam didalam sel, sebut Kabar Sinuraya.
Kasus tandingan yang dilaporkan oleh Kadus Sardo kepada Polres Agara dengan Surat Tanda Terima Laporan Pengaduan Nomor : REG/38/III/Res.1.6/2024 tanggal 13 Maret 2024. Status terlapor M Yahya dan M Ilham dari Lidik baru ditingkatkan menjadi Sidik. Namun hingga kini pihak penyidik Polres Agara belum melakukan gelar perkara, meskipun Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) telah disampaikan kepada Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara pada tanggal 27 Juni 2024. Terkait kedua kasus ini saya menduga Polres Agara telah mengangkangi dua Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri No 6/2019 dan Perkapolri No 12/2009). Saya meminta Wassidik Mabes Polri segera menindaklanjuti permasalahan ini, guna terciptanya Polri yang presisi dan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja penyidik di Polres Aceh Tenggara ini, pungkas Kabar Sinuraya mengakhiri.
Pengacara Riki Sardo Beni, SH menjelaskan, saat ini status M Yahya dan M Ilham sebagai terlapor telah meningkat dari Lidik menjadi Sidik. Namun sampai saat ini pihak Polres Agara belum melakukan gelar kasus. Alasan penyidik Kasat Reskrim Iptu Bagus Pribadi masih berada di luar kota.
Kata penyidiknya pada hari Rabu (17/7/2024) akan melakukan gelar kasus. Namun entah apa kendala, pihak penyidik Polres agara tidak jadi melakukan gelar kasus padahal Kasat Reskrim sudah berada ditempat, kata Beni, SH.
Lebih lanjut Beni, SH mengatakan, Kasat Reskrim juga pernah berjanji akan melakukan perihal yang sama jika terlapor telah ditetapkan menjadi tersangka maka pihak penyidik Polres Agara akan melakukan penahanan terhadap tersangka, hal yang sama kita lakukan demi rasa keadilan tanpa pilih kasih dalam melakukan penahanan tersangka, ujar Beni, SH kepada media
Pengacara Kadus Sardo, Beni, SH merasa aneh dan mempertanyakan apakah Penyidik Polres Agara dibawah kepemimpinan Kasat Res Bagus tidak memiliki payung bikum untuk menjemput paksa terlapor yang telah dipanggil secara patut juga tidak mengindahkan pemanggilan tersebut, apakah penyidik ada beban dalam menangani laporan tandingan tersebut? tanya Beni, SH.
Sementara alasan ketidak hadiran terlapor setelah dilakukan pemanggilan sebanyak 2 kali tanpa pemberitauan yang pasti bahkan fakta di persidangan dalam ruangan sidang di hadapan Majelis Hakim, terlapor mengatakan bahwasanya J.Saragih menerima surat panggilan pada tangal 8 Juli 2024, terdapat dua keterangan yang berbeda antara penyidik dan terlapor, kata pengacara Kadus Sardo itu.
Bahkan dalam persidangan pada saat Ketua Majelis Hakim mempertanyakan kepada korban Ilham tentang perdamaian dengan sepontan jawabanya mau tapi Sardo atau terdakwa harus membayar denda 15.000.000 ditambah dengan 1 buah kitab suci Al Qur’an, inilah akibat kalau berkas perkara tidak secara bersamaan dilimpahkan dan disidangkan, terkesan terdakwa Sardo dan Rian bersalah. Awalnya mereka mau berdamai dengan uang 100 juta, tegas Beni, SH.
Kita menilai dalam hal penaganan laporan tandingan terkesan penyidik Polres Aceh Tenggara agak lambat namun kita yakin pihak penyilidik polres Aceh Tenggara akan menuntaskan kasus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kata Beni, SH mengakhiri.
Orang tua Kadus Sardo dan Rian, Weldi Purba kepada media menjelaskan, dirinya merasa sangat kecewa terhadap kinerja Penyidik Polres Aceh Tenggara dalam menangani kasus tandingan yang dilaporkan anaknya. Pasalnya, laporan M Ilham pada tanggal 29 Febuari 2024 dan pada tanggal 3 Mei 2024 penyidik Polres Agara telah menetapkan putranya sebagai tersangka dan langsung melakukan penahanan terhadap kedua putra saya, ucapnya kesal.
Weldi Purba lebih lanjut menjelaskan, artinya penyidik Polres Agara dalam jangka waktu 3 bulan telah menetapkan putranya menjadi tersangka. Sedangkan kasus laporan tandingan putra saya sudah 4 Bulan pihak penyidik polres Agara belum melakukan gelar kasus. Dari awal berjalannya kedua kasus ini yang kami rasakan sangatlah berbeda, hal tersebut membuat saya merasa sangat kecewa.
Saya berharap kepada bapak Kapolres Aceh Tenggara AKBP R Doni Sumarsono agar secepatnya dilakukan gelar kasus dan dilakukan perlakukan yang sama terhadap para terlapor, agar penegakan hukum di Polres Agara tidak terasa berat sebelah, seperti yang dialami kedua putra saya Riki Sardo dan Rian Santana, pungkas Weldi Purba mengakhiri.